Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sepekan PSBB, Jabar Berhasil Tekan Angka Penularan Kasus Covid-19

Selasa, 12 Mei 2020 15:52 WIB

Iklan

INFO JABAR — Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil, melaporkan hasil evaluasi satu pekan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Tingkat Provinsi Jabar menunjukkan hasil yang positif. Hal itu merujuk data jumlah pasien Covid-19 di rumah sakit yang mengalami penurunan. Selain itu, tingkat kematian juga dilaporkan turun, sementara tingkat kesembuhan naik hampir dua kali lipat. PSBB Jabar sendiri mulai diberlakukan pada Rabu, 6 Mei 2020 lalu.

 

“Saya laporkan per tanggal 12 Mei ini, jumlah pasien di rumah sakit rata-rata di angka 350-an (pasien). Ini turun dibandingkan akhir April yang (rata-rata) sekitar 430 (pasien)," ucap Emil, sapaan Ridwan Kamil, yang dikutip dari keterangan resmi Humas Jabar pada konferensi pers di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa, 12 Mei 2020.

 

Selain itu, kata dia, tingkat kematian pun turun dari tujuh pasien per hari menjadi empat pasien. Sementara tingkat kesembuhan juga naik hampir dua kali lipat. Tingkat kecepatan penularan virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 pun dilaporkan turun, dari indeks 3 sebelum PSBB menjadi 0,86 setelah PSBB.

 

Hal ini, kata Emil, didukung dengan pelarangan mudik dan penyelenggaraan PSBB yang diperketat. 

 

“Sekarang mudik dilarang, PSBB diketatkan, kita turun menjadi 0,86 indeksnya. Artinya, kalau indeksnya 1, satu pasien menularkan ke satu orang, kalau indeksnya 3, satu pasien dalam satu hari bisa menular ke tiga orang. Hari ini kami sudah di (indeks) 0,86, artinya satu pasien menularkan ke satu orangnya mungkin di dua hari,” tutur Emil.

 

Terkait kemungkinan dilakukannya relaksasi atau pelonggaran pada PSBB Jabar, Emil mengatakan bahwa ada 63 persen wilayah Jabar yang memungkinkan untuk relaksasi. Sedangkan 37 persen wilayah lainnya masih perlu diwaspadai karena pergerakan data Covid-19 di daerah tersebut belum dinilai aman.

 

"Jadi yang 63 persen punya potensi untuk dilakukan relaksasi pasca PSBB. Karena data menunjukkan pergerakan tidak ada di 63 persen wilayah Jawa Barat itu, maka 63 persen ini kemungkinan bisa kembali ke situasi yang lebih normal setelah kita lakukan evaluasi,” ucap Emil.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Meski begitu, terkait transportasi publik, Emil berujar bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Jabar masih memiliki kekhawatiran akan adanya penularan. Pasalnya, saat dilakukan tes masif di terminal dan stasiun, hasilnya satu persen di antaranya positif Covid-19.

 

“Kami khawatir untuk relaksasi di transportasi publik, karena takut (transportasi) ditunggangi oleh pemudik-pemudik dan oleh para OTG (Orang Tanpa Gejala). Karena data menunjukkan dari terminal dan stasiun yang kami tes, ada satu persen mereka yang dites ini positif,” katanya.

 

Sebelum menggelar konferensi pers, Emil lebih dulu mengikuti video conference rapat terbatas (ratas) evaluasi pelaksanaan PSBB bersama Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo.

 

Dalam ratas tersebut, Emil menyebutkan bahwa Presiden berpesan agar pemerintah daerah melakukan diskusi lebih lanjut dengan para ulama untuk menentukan kriteria urgensi pelaksanaan salat Idul Fitri 1441 H atau Lebaran 2020. 

 

Emil pun menegaskan, pihaknya akan mengikuti arahan Presiden RI tersebut. Jika hasil diskusi menunjukkan penurunan situasi kedaruratan, maka tidak menutup kemungkinan beberapa daerah di Jabar diperbolehkan melaksanakan salat Idul Fitri dan kegiatan ibadah lainnya, namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

 

“Arahan presiden terkait Idul Fitri, meminta daerah melakukan diskusi dengan ulama untuk menentukan kriteria-kriteria (situasi kedaruratan) ini. Lebaran bisa berlangsung normal berbasis jarak atau tetap tidak dilakukan dengan alasan kedaruratan. Tapi kalau sudah secara ilmiah tidak ada ancaman kedaruratan lagi, ibadah bisa disarankan kembali ke normal dengan protokol kesehatan,” ujarnya. (*) 

Iklan